Peristiwa Hukum

30 Juni 2009

PENGACARA PUBLIK PEMBELA HAM


Saya sangat tertarik dengan dunia hukum. Karena hukum adalah norma atau supremasi tertinggi dalam kehidupan berbanga dan bernegara. hukum diciptakan untuk menegakan keadilan dan menjunjung tinggi hak-hak kemanusiaan. Hukum seperti apa yang saya inginkan? hukum yang didalamnya memuat kepastian hukum, hukum yang tidak memihak, serta hukum yang tidak menindas. Dalam sosiologi hukum dikenal dengan adagium hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as a tools of social engineering) dan hukum untuk mencegah yang bersifat imperatif. Bagi saya keedua aliran ini mempunyai kebenaran-kebenaran tersendiri. Hukum didalamnya mengandung aturan-aturan dan juga sanksi-sanksi bagi siapapun yang melanggar.


Negara kita adalah negara hukum (rechtstaat) bukan negara yang berlandaskan pada kekuasaan (machtstaat). Oleh sebab itu bagi siapa pun yang melanggar ia harus dikenakan hukuman. Tanpa memandang jabatan status social, jabatan dan lain sebagai semua sama didepan hukum (equality before the law). Setelah saya menyelesaikan kuliah dengan mengambil fakultas syariah dan hukum dengan menggenggam gelar Strata 1, saya bercita-cita mejadi seorang praktisi dibidang hukum. Saya ingin menjadi advokat yang berorientasi pada pembelaan hak-hak asasi manusia dan kaum miskin.


Karena dengan menjadi advokat saya ingin membela kaum-kaum yang tidak tahu hukum dan buta hukum. Saya akan membela mereka di depan persidangan, melakukan advokasi baik litigasi dan non litigasi, saya mencita-citakan agar hukum tetap berpihak pada rakyat kecil. Tidak membela orang-orang yang berkuasa dan berduit. Bagi saya seorang praktisi hukum khususnya seorang advokat dituntut untuk menjadi panutan, Karena pengacara merupakan profesi yang mulia (officium nobile) Mereka harus menjunjung tinggi profesinya agar tidak tercederai. Posisi yang menegakan supremasi hukum selain dari hakim, jaksa dan kepolisian. Sehingga keadilan dinegeri ini bisa terjaga dari mafia-mafia peradilan.


Pengacara dan wacana HAM
Negara sebagai pihak yang wajib memenuhi, menghormati dan melindungi setiap warga negara baik itu terhadap hak sipil dan politik juga pada hak ekonomi, sosial dan budaya. Hal itu juga ditegaskan melalui undang –undang no 11 tahun 2005 dan undang-undang 12 tahun 2005. Sekarang dinegara kita banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia. Baik itu yang bersifat kejahatan biasa (ordinary crime) maupun yang bersifat kejhatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan oleh aparat negara. Dimana hal ini jelas melanggar ketentuan-ketetuan hukum humaniter internasional.


Bagi banyak praktisi hukum mengambil isu-isu yang terkait dengan hak asasi manusia kurang begitu popular. Meraka menganggap bahwa hal itu tidak ada keuntungannya, mereka lebih suka dengan yang bersifat profit, dengan membela koruptor dan pejabat dan biasanya dengan melakukan praktek jual beli persidangan. Saya tidak ingin ini terjadi pada diri dan kawan-kawan saya, saya ingin menjadikan hukum dan peeradilan di Indonesia sebagai puncak keadilan tertinggi dalam kehidupan berbangsa. Dengan jaminan hukum yang peka terhadap penghormatan hak asasi manusia.


Bagi saya mempelajari hukum-hukum humaniter yang berkaitan dengan hak-hak dasar manusia juga diperlukan bagi pengajara. Dia diharapkan menjadikan penjaga dan pengabdi bagi upaya-upaya penegakan hak asasi manusia. Hal ini juga ditegaskan pada undang-undang 18 tahun 2003 tentang advokat yang tertulis mengharuskan para pengacara menerima dan menjalani perkara-perkara yang bersifat marginal (probono). Saya ingin membantu mereka yang kurang tahu hukum terutama masalah-masalah kaum miskin kota seperti pemutusan hubungan kerja, penggusuran, dan berbagai macam persoalan kerakyatan. Dengan menjadi seorang pengacara dan mengikuti PKPA saya ingin mengerti tentang hukum-hukum acata peradilan dan non pengadilan. Saya juga mengharapkan dengan mengikuti PKPA di Perhimpunan Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nasional, bisa menambah kawan dan pengalaman, baik dari sesama teman-teman maupun dari pemberi materi.


Memajukan Hukum Indonesia

Siapa berkuasa dia bisa membeli hukum. Kenyataan ini sering kita jumpai di Indonesia. Dimana banyak pejabat-pejabat maupun koruptor kelas kakap tidak mendapatkan hukuman yang semestinya. Juga pemberian impunitas kepada para pelanggar HAM yang masih saja dengan bebas menghirup udara segar. Jelas ini melukai dan mengusik rasa keadilan bagi masyarakat khususnya korban, seolah olah hukum berpihak pada pemilik modal dan mantan pejabat. Oleh sebab itu diperlukan perbaikan mendasar untuk mengubah kebiasaan tersebut. Remormasi hukum segera mungkin adakan monitoring terhadap pelaksanaan dan penegakan hukum. Baik dalam prosese pembuatan, pelaksanaan dan evaluasi. Semua hukum harus disesuaikan dengan hak asasi manusia.



Saya sadar itu semua tidak bisa terjadi begitu saja, tapi paling tidak kita mulai dari diri kita sendiri. Hukum harus tumbuh ditengah-tengah masyarakat dengan adal dan tidak memihak/imparsial. Hukum juga bukan sebuah barang yang bisa dimiliki oleh orang tertentu saja. Hukum jangan menjadi pedang bermata dua dan berat sebelah. Saya berharap dengan mengikuti pendidikan khusus dan pelatihan advokat, saya bisa mengambil bagian untuk jenjang berikutnya mengikuti ujian calon advokat. Dan menjadi pengacara yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran diatas segala-segalanya. Saya akan membela orang yang merasa terpinggirkan, baik terkait dengan pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya. Menolong penghidupan mereka yang lebih baik. Menjunjung tinggi hukum dan peduli akan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Semoga ketika saya menjadi pengacara biasa melakukan hal-hal sebagaimana yang telah tertulis diatas.

Rio Arif Wicaksono. SHI
Volunter PBHI Jakarta







27 Juni 2009

SURAT UNTUK SBY

Minggu lalu, pemerintah Republik Indonesia kehadiran tamu Halary Clinton dari negara adidaya Amerika Serikat, sebagai utusan Barack Obama Presiden yang terpilih pada periode 2009 - 2013. Kesan publik terhadap Menteri luar Negeri AS cukup simpatik tidak memberi kesan sebagai negara adi daya sebagaimana presiden Bush sebelumnya. Memang tidak biasanya ketika pemerintahan awal dari Presiden sebelumnya yang selalu mengunjungi negara-negara sekutunya di EROPA.

Bagi pemerintahan Barack Husien Obama negara di wilayah ASIA-FASIFIK sepeerti JEPANG, INDONESIA, KOREA SELATAN dan China merupakan willayah strategis bagi kepentingan AS dalam mengatasi krisis ekonomi GLOBAL dan ekosistim. Jepang adalah negara sekutunya di ASIA, Korsel negara yang berbatasan dengan Korut musuh Amerika Serikat dan China merupakan negara dimana AS memiliki utang defisit Import & Export sejumlah satu trilyun dolar AS. Khusus kunjungannya ke Indonesia corporate AS memiliki investasi yang cukup besar dan sangat menguntungkan sebagai contoh PT Freeport di Papua memperoleh keuntungan tutup buku triwulan pertama tahun 2008 sebesar 5,2 milyar $ US dan ini berlangsung mulai sejak tahun 1967.

Sejak turun dari pesawat Menlu AS memberikan wajah ceria, dan setiap saat undangan perjamuaan, Hiliry Cliton sebagai diplomat memuji pemerintah RI sebagai negara yang Demokrasi dan penuh perhatian kepada Hak Asasi Manusia (HAM). Pertanyaan kemudiaan apakah HAM tersebut dapat dijalankan, dalam kenyataannya dan Faktanya keberadaan para korban kejahatan HAM, yang telah melakukan Aksi Diam (Kamisan ke 102) di depan Istana, bukti menunjukkan pelanggaran HAM masih terus berlangsung hingga saat ini. Contoh kongkrit ketika sidang pembunuhan berencana terhadap Cak MUNIR, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta - Selatan telah memvonis bebas terdakwa Muhdi PR. Cak MUNIR dibunuh bukanlah disebabkan oleh rasa benci perorangan, sepanjang sepak terjang yang selalu mengadvokasi korban pelanggaran HAM berat secara konsisten serta memiliki visi-misi delapan tuntutan untuk perubahan yang diperjoangkan ; yaitu :

1. Pendidikan gratis, ilmiah, demokratis dan bervisi kerakyatan

2. Hak rakyat mendapatkan upah layak dan bermartabat

3. Kesehjahteraan rata dan keadilan yang nyata dengan pemenuhan jaminan sosial

4. Stop diskriminasi terhadap kelompok penyandang cacat, LBGT, dan berbau SARA

5. Tuntaskan kasus-kasus kejahatan negara masa lalu, hentikan dimasa kini dan jangan terulang lagi

6. Stop kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan

7. Hentikan pengekangan kebebasan berekpresi

8. Menolak pembangunan yang tidak berkeadilan lingkungan .

Jadi dibunuhnya cak Munir bukanlah semata-mata kebencian orang terhadap seseorang, akan tetapi dia dibunuh karena memiliki cita-cita yang diperjuangkan dengan gigih dan tanpa mengenal rasa takut. Dimata KORBAN kejahatan HAM, delapan tuntutan cak Munir itulah yang menjadi api semangat perjuangan kami para KORBAN .

wassalam


Effendi Saleh
Peserta Kongres Pejuang HAM - Depok
Anggota Luar Biasa PBHI Jakarta

Solidaritas NEDA!


Pertarungan politik di Teheran Iran dalam pemilihan calon Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad, Presiden incumbent mendapatkan suara 63 % dan Mir Hossein Mousavi, mantan perdana menteri Iran yang moderat yang dikenal pro-barat telah menuai kontroversi. Kekalahan Mousavi yang mendapatkan 34 % suara membuat pendukungnya melakukan aksi penolakan turun kejalan dan membuat kerusuhan di Iran.

Neda Asa Souchan, wanita, 26 tahun satu-satunya Mahasiswi warga negara Iran yang mati tertembak oleh aparat dalam aksi unjuki rasa Juni 2009, terhadap penolakan hasil suara Pemilihan Presiden di Teheran Iran. Aksi ini berbuntut panjang setelah memakan korban jiwa, kematian Neda menjadi bentuk perlawanan warga Iran terhadap aparat yang brutalitas dalam menangani aksi unjuk rasa.

Terlepas dari pertarungan politik internasional di Iran antar blok barat dan Islam konservatif, ada nilai Hak Asasi Manusia yang tidak boleh diambil secara paksa oleh siapapun tanpa kecuali oleh Negara sekalipun.

"Supor"

"SIKAP MASYARAKAT KORBAN TERHADAP PEMILU "


Pemilihan umum calon legislatif baru saja usai. Rakyat yang berkedudukan sebagai objek perolehan suara bagi para caleg sebagai actor-actris politikus untuk menuju gedung DPR, gedung yang punya predikat para wakil rakyat untuk berkiprah atas nama rakyat. Berbagai macam cara untuk mengail hak pilih rakyat antara lain dengan bagi-bagi sembako, bagi-bagi pupuk, bagi-bagi duit, bahkan janji-janji memperhatikan tuntutan rakyat setempat dan yang lebih hebat lewat suatu proses bagi-bagi BLT kepada orang-orang miskin. Dipihak lain bagi mereka yang tidak terpilih untuk menjadi anggota legislative ada yang mendadak sakit syaraf, ada pula yang minta duitnya dikembalikan dan yang tragis ada yang bunuh diri disebabkan dana yang digunakan hasil pinjaman. Belum lagi kasus DPT (daftar pemilih tetap) yang terjadi di beberapa daerah sehingga menimbulkan kesan partai pemenang dan sedang berkuasa bermain curang .

Kondisi pemilihan umum yang berdampak carut-marut itu berpredikat sebagai pemilu paling reseh dibandingkan pemilihan sebelumnya. Belum lagi mereka yang GOL-PUT mencapai jumlah 35% dari jumlah yang memiliki hak untuk memilih . Mereka terdiri dari generasi muda progresif dan kelompok yang setia kepada UUD-1945 . Sebentar lagi pemilihan capres-cawapres akan dimulai, bila tidak ada halangan tgl 8 juli 2009. Dengan tampilan sebagai calon adalah No.1. Mega-Prabowo, 2. SBY-Berbudi, 3. JK-Wiranto, akan bertarung memperebutkan kursi Kepresidenan masa bakti th.2009 s/d 2014.

Bagi masyarakat KORBAN/RAKYAT baik sipil maupun ekosob, sesuai hasil kongres Pejuang HAM yang diselenggarakan pada tanggal 20 Maret 2009 di Depok, mengamanatkan :

1. Jadikan penguatan dan konsolidasi gerakan rakyat/korban pelanggaran HAM sebagai jalan keluar untuk memperkuat daya kritis,daya control dan tawar politik yang bermakna .

2. Jangan pilih caleg, parpol, dan capres/cawapres pelaku pelanggar HAM, pelindung pelanggar HAM, atau yang tidak punya agenda HAM .

3. Pilih caleg, parpol, capres/cawapres yang pro HAM dan pro Rakyat, serta jangan mudah percaya pada janji mereka yang tidak punya jejak rekam keberpihakan terhadap korban/rakyat.

4. Rakyat yang memilih golput, untuk menjadi golput yang kritis dan aktif mengorganisir diri, serta melakukan pendidikan politik .

5. Negara harus memenuhi kewajibanya untuk menuntaskan berbagai masaalah pelanggaran berat HAM & memenuhi hak-hak dasar rakyat pada sisa waktu pemerintahannya.

Tentunya masyarakat korban, sesuai dengan amanat yang tertulis diatas, haruslah mencermati, mendengar, serta mengambil keputusan secara tepat diiringi kesadaran penuh. Tidak larut oleh janji-janji, wacana-wacana, dari propaganda capres/cawapres. Menarik untuk dibaca dan dipelajari apa yang ditulis oleh B.Herry Priyono; artikel (kompas; kamis 23 Mei 2009). Istilah neo-liberalisme yang kini dipakai tidak berasal dari paket kebijakan yang disebut Konsensus Washington. Ia telah dipakai untuk menyebut watak rezim Augusto Pinochet yang berkuasa di Cile th.1973-1990, yaitu: Watak idelogis hasil kolusi kediktatoran dan ekonomi pasar bebas dalam coraknya yang extrim. Ketika rezim kediktatoran mulai surut di kawasan Amerika-Latin; Neo-Liberalisme dipakai untuk menyebut ideologi pasar bebas.

Sedangkan di Indonesia Neo-lib, lahir, tumbuh dan berkembang paska terjadinya peristiwa tragedi 1965-1966, saat Jenderal Suharto berkuasa penuh setelah menjatuhkan pemerintahan Ir. Soekarno lewat sidang MPRs 1967, yang sebelumnya diawali dengan pembantaian massal anggota Partai Komunis Indonesia serta penangkapan terhadap anggota organisasi yang dianggap underbouw PKI seperti; Pemuda Rakyat, Gerwani, SOBSI, PGRI non vak sentral, HSI, CGMI, dan IPPI serta anggota BAPERKI.

Menurut Jenderal Sarwo Eddy, komandan RPKAD (resimen para komando angkatan darat) telah terbantai sejumlah dua juta orang dan menurut keterangan Jenderal Try Sutrisno selaku pimpinan BAKORSTRANAS menyatakan bahwa ada anggota PKI dan simpatisannya yang ditahan di seluruh Indonesia tanpa lewat pengadilan selama 10 th. s/d 15 th. Tempat pembuangan yang diketahui oleh masyarakat Internasional termasuk lembaga Palang Merah Internasional antara lain P.Nusakambangan dan P.BURU di Maluku dan beberapa tempat di seluruh Indonesia, yang merupakan pelanggaran berat terhadap HAM yang hingga saat ini tidak pernah mendapatkan respon pemerintah R.I bahkan cenderung untuk dilupakan, serta lebih melihat kemasa depan.

Legalisasi praktek kejahatan rezim militerisme Jenderal Suharto bahwa PKI telah melakukan ‘coup dengan melakukan pembunuhan terhadap tujuh Jenderal oleh tentara yang menamakan dirinya Dewan Revolusi di bawah pimpinan LetKol. Untung. Sementara berdasarkan pengakuan Kolonel Latif salah seorang pimpinan Dewan Revolusi mengatakan sebelumnya operasi itu dilaksanakan dia datang menghadap kepada May.Jen Suharto yang saat itu berada RS PAD Gatot Subroto. Jenderal Suharto mengetahui dan mengerti akan ada gerakan itu dan bahkan menurut penuturan Kol. Latif; “Jenderal Suharto akan memberikan bantuan berupa pasukan sejumlah tiga batalyon dari KOSTRAD “,.

Dan peristiwa tragedi berdarah itu sangat menggugah para ilmuan sosiolog maupun sejarah baik dalam dan luar negeri melakukan penelitian karena pembantaian yang di luar perikemanusiaan sepanjang sejarah kehidupan modern. Dan sudah banyak buku-buku yang telah diterbitkan tentang sejarah berdarah itu,serta telah terdokumentasi di Komnas HAM dan lembaga lainnya. Begitu pula nasibnya Bung KARNO, yang ditahan dan dikucilkan tanpa boleh dijenguk oleh sahabatnya maupun oleh keluarganya kecuali atas ijin Jenderal Suharto sendiri. Di sebuah rumah yang bernama Wisma YASO, hingga wafatnya tanpa memperoleh pelayanan secara memadai dan manusiawi sebagai seorang yang telah memberikan pengabdiannya kepada Nusa dan Bangsa. Anehnya sekarang ini, malah kejahatan tirani Suharto hendak disejajarkan dengan Bung KARNO yang dibunuhnya, yang oleh kroni-kroni rezim orde-baru hendak dilupakan kejahatannya, yang telah berhasil mengkonsolidasi diri, dengan menggunakan baju nasionalisme .

Rezim orde-baru untuk mengukuhkan kekuasaannya lalu melakukan pembersihan di semua lembaga negara terhadap orang-orang yang dianggap simpatisan PKI ataupun orang-orang yang dianggap loyal terhadap Bung Karno. Selanjutnya tirani Suharto memboyong rekan-rekannya semasa di SESKOAD (bekas para dosennya) para ekonom liberal untuk menjadi ASPRI (asisten presiden) yang diberi tugas kusus untuk membangun perekonomian. Dengan semboyan ; “Ekonomi Yes, Politik NO “, kemudian para ekonom itu merancang pembangunan PELITA demi PELITA dengan alasan bahwa rezim Soekarno telah mengabaikan pembangunan ekonomi yang diperlukan oleh rakyat. Keran bagi investor pun dibuka lebar-lebar, hingga berduyun-duyunlah investor asing masuk ke Indonesia yang sebelumnya tabu bagi pemerintahan Soekarno .

Kita tentu tidak mau menutup mata, bahwa pembangunan jalan raya tol, pelabuhan-pelabuhan dermaga kapal laut dan pesawat terbang, sentra-sentra industri, gedung-gedung pencakar langit, perumahan serta industri pertambangan, yang menyedot tenaga kerja bermunculan dengan megahnya. Akan tetapi pertanyaannya kemudian, apakah semua itu rakyat merasa memiliki dan rakyat memperoleh keuntungan dari semua itu ?

Proyek neo-liberalisme sungguh sangat menyilaukan mata, sehingga menempatkan Indonesia sebagai Negara yang pertumbuhan ekonominya masuk dalam daftar termaju di Asia, dengan perolehan perkapita $US. 2500,-. Memang rakyat memperoleh pekerjaan, akan tetapi siapakah yang memperoleh keuntungan dari pembangunan itu, tentunya para corporate global itu bersama birokrat militer dan sipil. Dan rakyat cukup menjadi kuli di negerinya sendiri tanpa masa depan yang jelas . Saat badai krisis melanda Asia,dan berimbas ke Indonesia siapa pertama-tama yang menjadi korban tentunya rakyat pekerja. Bangunan neoliberal itu rontok, tirani Jenderal Suharto goyah, dia ditinggalkan sebagian konco-konco setianya, saat gerakan reformasi melanda kekuasaannya, menyebabkan Jenderal Suharto lengser keprabon dari singgasana kekuasaannya. Memang begitulah nasib seorang boneka, saat masih baru ditimang-timang, dimanja-manja setelah bau apeknya mulai menyengat ia ditinggalkan merana.

Dalam masa peralihan dari pemerintahan militer ke pemerintahan sipil, telah terjadi pergantiaan penguasa dari tahun 1998 hingga tahun 2009 ini mulai dari pemerintahan B.J Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY-JK, tanpa perubahan sistem struktur pemerintahan. Dari sistim pemerintahan pro pasar bebas kepada pro kesejahteraan rakyat, yang terjadi dilapangan adalah;

1. Rakyat dijadikan budak tenaga kerja bagi kepentingan kaum modal.

2. Sumber kekayaan alam Indonesia dikeruk bagi kepentingan industri perusahaan asing.

3. Penghianatan terhadap mukadimah UUD – 1945 berlangsung terus hingga masa depan rakyat bertamba gelap.

Peralihan dari pemerintahan neo liberal militer ke pemerintahan neo liberal sipil diciptakan secara alami, tanpa gejolak. Hal ini disebabkan sistim pasar bebas sedang mengalami krisis financial di pusat kekuasaannya AS dan EROPA yang mempengaruhi sistim secara global. Tentunya bagi Indonesia imbasnya walaupun tidak separah Negara lain, terasa juga terutama bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan perusahaan jasa keuangan Lehman Brothers yang sedang kolaps. Untuk membangun kembali proyek neoliberal yang terhenti itu, dengan pengalaman krisis th. 1997 serta menyesuaikan perubahan politik luar negeri AS di bawah pemerintahan Obama, maka langgam-kerjanya pun berubah. Untuk keperluan itulah maka SBY-Berbudi menggandeng Partai yang beraliran fundamentalis agama tertentu.

Hal itulah sesungguhnya yang perlu diketahui oleh kita para korban/rakyat tertindas, untuk tidak menitipkan nasib kita kepada orang lain. Kita harus segera mengkonsolodasikan diri agar kita memiliki kekuatan sendiri sehingga mempunyai kekuatan tawar yang berdaya-guna sehingga perjuangan kita berhasil sesuai keadilan yang kita tuntut. Oleh karena itu, kita para korban baik sipol maupun ekosob harus bersatu padu, jangan mudah terpecah belah oleh keinginan subjektif .

Ekonomi kerakyatan yang kita dengar dari propaganda para capres/cawapres sesungguhnyapun tidak jelas, padahal kita sama-sama ketahui, bahwa mereka bagian dari rezim berkuasa dahulu. Harapan nasip kita korban/rakyat tertindas diserahkan kepada mereka, yang jelas jemelas pelaku pelanggar HAM kepada kita atau membiarkan terjadi pelanggaran itu terjadi. Kondisi situasi menjelang capres/cawapres telah terjadi dengan apa yang dinamakan disloyalitas demokrasi; penolakan explisit terhadap legitimasi sistim demokrasi, diantaranya diwujudkan dengan penggunaan kekuasaan, kekuatan, kecurangan atau cara illegal lainnya dan tidak segan menarik militer. Dan lainnya semi loyalitas demokrasi; perilaku tidak loyal kepada komitmen demokrasi, atau terputus-putus dan melemah, sebagai salah satu contoh; banyak dikalangan kader /anggota partai yang loncat pagar .

Oleh karena itu apakah kita para korban/rakyat tertindas membiarkan diri kita dibelenggu oleh pembodohan yang terus menerus sehingga kita tidak mau keluar dari himpitan itu. Tentunya kita harus mengatakan ; TIDAK !!!. Korban harus bersatu, memperjuangkan nasibnya sendiri. Bersatu kita teguh, bercerai kita lumpuh. Nasib para korban janganlah diserahkan kepada orang lain.

Wassalam
Jakarta, Juni 2009
Penulis

Effendi Saleh
Peserta Kongres
Pejuang HAM - Depok
Anggota Luar Biasa PBHI Jakarta