Peristiwa Hukum

14 November 2012

STOP! PERKOSAAN BMI PEREMPUAN DILUAR NEGERI


No : 08/SP-PBHI/XI/2012
Pernyatan Pers PBHI Nasional:

STOP BRUTALITAS PEMERKOSAAN TERHADAP BURUH MIGRAN INDONESIA (BMI) DILUAR NEGERI
LINDUNGI HAK-HAK PEKERJA RUMAH TANGGA PEREMPUAN

Kami Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengecam tindakan pemerkosaan yang terjadi pada Buruh Migran Indonesia (BMI) di Malaysia, pemerkosaan yang merendahkan martabat perempuan bukan kali pertama bagi pekerja BMI. Tindakan kesewenang-wenang polisi diraja Malaysia kerap terjadi, mulai dari bentuk kekerasan, intimidasi, perampasan pasport BMI, pemenjaraan bahkan yang baru ini terjadi terhadap BMI pemerkosaan di kantor kepolisian bukit Mertajam-Penang- Malaysia, yang dilakukan oleh para aparat penegak hukum sendiri.

Tindankan brutalitas pemerkosaan yang merendahkan martabat perempuan BMI oleh polisi Malaysia berwal; ketika rekan (Siti) korban turun, polisi lalu menghentikan taksi yang ditumpangi korban di pusat perbelanjaan Megamall di Perai. Petugas pun lantas meminta surat-surat kendaraan sang sopir. Mengetahui ada seorang warga asing yang duduk di bangku belakang, petugas kemudian menanyakan paspor korban. Karena korban tidak membawa paspor asli, dia hanya menunjukkan fotokopinya. Tak terima, petugas lalu menggiring sopir taksi beserta penumpang ke kantor polisi. Dalam pemeriksaan, polisi lantas melepas sopir taksi. Namun, terhadap korban, polisi justru melakukan penahanan. Korban sempat memohon untuk dilepaskan. "Petugas bertanya, berapa banyak uang yang dibawa. Korban mengaku tidak ada, kecuali dirinya. Tak berapa lama, tiga orang polisi meniduri korban secara bergiliran di sebuah ruangan di kantor polisi. Sebelum diantar ke tempat tinggalnya, korban sempat diancam agar tidak mengadu. korban segera melapor ke polisian Malaysia atas pemerkosaan yang telah menimpanya. Dari pengakuan korban, ternyata pemerkosaan terhadap perempuan Indonesia bukanlah pertama kali terjadi.

Kebijakan perlindungan BMI tidak hanya diberikan pada saat sejak proses Pra keberangkatan, bekerja di negara tujuan serta pada saat kembali ke negara asal. Namun sangat disayangkan kebijakan jaminan perlindungan hak-hak buruh migran yang ada sekarang ini, dalam Undang-Undang Nomor. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) belum sesuai dengan standar HAM internasional sebagaimana diatur dalam Konvensi PBB tentang Perlindungan Hak Semua Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (selanjutnya disebut Konvensi Buruh Migran tahun 1990) bagian dari penguatan komitmen pemerintah daerah untuk tidak saja menyusun kebijakan di tingkat lokal untuk melindungi buruh migrant yang hampir seluruhnya perempuan. Pengabaian dan pembiaran negara membuat BMI semakin rentan mengalami kekerasan dan berbagai pelanggaran atas hak-haknya. Hal ini jelas menunjukan kelemahan pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) yang diratifikasi Indonesia pada tahun 1984 dan Rekomendasi Umum CEDAW No. 26 mengenai Pekerja Migran Perempuan yang dikeluarkan Komite CEDAW tahun 2008. 

Berdasarkan peristiwa tersebut diatas, kami PBHI menuntut kepada Pemerintah Indonesia  :
  1. Mengecam dan mengutuk keras segala bentuk-bentuk tindakan pemerkosaan buruh migrant Indonesia yang dilakukan oleh 3 (tiga) 2. orang polisi diraja Malaysia;
  2. Segera mengusut tuntas dan adili pelaku pemerkosaan yang dilakukan oleh aparat kepolisian Malaysia secara transparan dan terbuka;
  3. Pemerintah Indonesia segera melindungi BMI yang bekerja diluar negeri dan mengevaluasi MOU anatara Malayasia dan Indonesia terkait perlindugan buruh migrant;
  4. Segera melakukan Diplomat Warning terhadap pemerintahan Malaysia.
Jakarta, 13 November 2012

Badan Pengurus Nasional PBHI

SOLIDARITAS ANGGOTA PBHI


No : 07/SP-PBHI/XI/2012
Pernyatan Pers PBHI Nasional:

Mendesak Kepolisian Polda Bali Untuk Segera Menangani Kasus
Penganiyaan dan Intimidasi Ketua Dewan Daerah WALHI Bali
(Sdr. I Wayan Gendo Suardhana)

Kami Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengecam tindakan kekerasan, penganiayaan dan intimidasi yang terjadi pada sdr. I Wayan Gendo Suardhana alias Gendo” pada 5 November 2012 dikantor Advokat Wihartono & Partners di Jalan Hassanudin, Denpasar Bali. Bahwa Sdr. Gendo merupakan Badan Pengurus Majelis Anggota Wilayah PBHI Bali dan aktif sebagai Ketua Dewan Daerah WALHI Bali dalam melakukan advokasi dibidang lingkungan, seperti kasus dugaan pelanggaran AMDAL dalam pembangunan proyek Jalan di Atas Perairan (JDP) yang merupakan proyek jalan tol dengan jalur Benoa-Ngurah Rai-Silitiga, Nusa Dua dan kasus pemberian ijin pengelolaan pariwisata alam 102,22 hektar Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.

Bahwa tindakan penganiyaan dan intimidasi yang dialami oleh Sdr. Gendo merupakan bentuk upaya-upaya untuk menghalang-halangi dan menghambat aktifitas advokasi dalam memperjuangkan hak asasi manusia yang secara jelas termaktud dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dinyatakan “Setiap orang berhak menggunakan upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin hukum Indonesia dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima negara Republik Indonesia.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas kami sampaikan sebagai berikut :
  1. Bahwa pada hari senin 5 November 2012, Gendo sebelum beraktifitas di kantor WalhiBali, terlebih dahulu beraktifitas di kantor advokat Wihartono & Partners. Pada Jam 11.30 Wita, 2 (dua) orang berbadan kekar yang tidak dikenal menghampiri kantor. Sedangkan  1 (satu) orang masuk ke dalam kantor dan yang 1 (satu) lagi menunggu diluar;
  2. Pada saat orang tersebut memasuki kantor, yang menerimanya adalah A.A. Made Eka Dharmika, SH. Kemudian orang itu langsung mengatakan “pak Gendonya ada”?. Saat itu “Gendo” sedang berada dilantai I (satu), tepatnya sedang mencuci muka di wastafel. Mendengar ada yang mencari, “Gendo” langsung menghampiri orang tersebut dan menyapa, menyuruh duduk di kursi tamu, sambil menanyakan “ada yang bisa saya bantu?”;
  3. Pada saat sedikit perbincangan dan orang tersebut kelihatan gelisah, setelah itu HP orang tersebut berbunyi Sambil mengangkat HP orang tersebut keluar dengan mengatakan “tunggu sebentar saya mau manggil temen-temen dulu”, orang tersebut pergi bersama temannya.
  4. Setelah orang tersebut pergi, rekan advokat A.A. Jaya Putra, SH. datang untuk mampir dikantor. Disusul kemudian advokat Wihartono, SH yang sekaligus owner kantor & sempat ngobrol. Jadi, yang berkumpul di kantor sebanyak 5 (lima) orang yaitu : I Wayan “Gendo” Suardana,SH., A.A. Jaya Putra, SH., Wihartono, SH., A.A. Made Eka Dharmika SH. & staf kantor.
  5. Selang 1 (satu) jam kemudian sekitar pkl 12.30 Wita, 2 (dua) orang berbadan kekar yang tidak dikenal masuk ke dalam kantor. Orangnya berbeda dengan orang yang pertama masuk tadi dan datang sebelumnya. Yang 1 (satu) berperawakan tinggi besar dan yang satu agak pendek. Mereka langsung menanyakan ; “pak Gendo mana?”
  6. Mendengar hal tersebut “Gendo” langsung menyapa orang tersebut : “yaaa saya, ada apa ya bli”. Tanpa basa basi salah satu orang yang berperawakan tinggi besar langsung memukul berkali-kali tapi dapat ditepis kemudian disusul oleh orang yang berperawakan lebih pendek. Pukulan orang tersebut telak, berakibat luka robek pada bibir dan berdarah, gigi agak goyang serta pusing dikepala;
  7. Selesai memukul, salah satu dari pelaku penganiayaan mengatakan dalam Bahasa Bali. “Macem-macem gen ci….awas ci nah…” (macam-macam aja kamu….awas kamu nanti yaa…). Kemudian kedua orang tersebut pergi dengan dijemput temannya mengendarai sepeda motor didepan kantor, kejadian tersebut terjadi dengan durasi waktu ± 5 (lima) menit;
  8. Pada jam 14.30 Wita “Gendo” didampingi rekan advokat melapor ke Polda Bali. Laporan tersebut bernomor TBL/179/XI/2012/SPKT POLDA Bali tertanggal 05 November 2012 dan sekaligus menjalani visum. Pada jam 18.00 Wita Penyidik POLDA Bali melakukan olah TKP dikantor advokat Wihartono & Partners.
Berdasarkan kronologis dan peristiwa tersebut diatas, kami PBHI menuntut kepada Kepolisian Polda Bali;
  1. Mengecam segala bentuk tindakan pihak-pihak tertentu yang menggunakan kekuatan sipil lainya untuk melakukan bentuk-bentuk kekerasan, penganiyaan dan intimidasi kepada I Wayan Gendo Suardhana alias “Gendo” pada 5 November 2012 dikantor Advokat Wihartono & Partners di Jalan Hassanudin, Denpasar Bali, sebagamana yang telah dilaporkan dalam laporan polisi No TBL/179/XI/2012SPKT POLDA Bali;
  2. Tangkap dan adili para pelaku kekerasan serta aktor intelektual yang melakukan penganiayaan dan intimidasi kepada para aktivis lingkungan & HAM sdr, Iwayan Gendo Suardhana;
  3. Kepolisian Daerah Bali, segera secara serius mengusut kasus penganiyaan dan intimidasi yang dialami oleh I Wayan Gendo Suardhana alias “Gendo” sebagai bentuk Kepolisian Daerah Bali memiliki komitmen yang kuat terhadap upaya pemajuan hak asasi manusia.

Jakarta, 7 November 2012

Badan Pengurus Nasional PBHI

NEGARA GAGAL LINDUNGI BURUH MIGRAN?


Mereka Membela Diri, Mengapa DIhukum Mati

Selasa, 13 November 2012, 16:24 WIB
VIVAnews - Pemerintah Indonesia terus berupaya keras mencegah berulangnya kembali hukuman mati bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia. Tak terkecuali dalam kasus Frans Hiu (22) dan Dharry Frully Hiu (20), dua TKI asal Kalimantan Barat.

Frans dan Dharry adalah dua buruh migran penduduk asal Siantan Tengah, Pontianak Utara yang bekerja sebagai penjaga kedai video game. Kedua TKI ini menjalani proses hukum atas dakwaan pembunuhan Krati Raja, pria yang mencoba mencuri di rumah majikannya.

"Kami akan berjuang terus untuk menggapai keadilan dan saya menyatakan protes keras kepada proses hukum yang tidak transparan, yang manipulatif. Dua TKI kita yang justru membela diri malah divonis hukuman mati," ujar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar.
Dalam pandangan pemerintah, proses hukum terhadap kedua buruh migran tersebut telah jelas memperlihatkan adanya bentuk ketidakadilan. Sebagai bukti, pengadilan tingkat pertama menetapkan tiga orang terdakwa yaitu kedua TKI itu bersama rekannya yang merupakan warga negara Malaysia bebas.

Hasil proses hukum pada tahap pertama ini yang membebaskan seluruh terdakwa dari tuduhan karena tak terbukti melakukan pembunuhan atau menghilangkah nyawa orang. Tak puas dengan hasil pengadilan itu, keluarga Kharti Raja menyatakan banding. Hasil mengejutkan terjadi pada proses hukum di Mahkamah Tinggi Shah Alam, Selangor. Pengadilan tingkat banding, justru hanya memvonis hukum gantung kepada dua tenaga kerja asal Indonesia saja. "Ada satu rekan mereka warga Malaysia yang dituduh sama, kok justru warga kita yang kemudian kena hukuman, yang orang Malaysia tidak kena hukuman. Ini sangat diskriminatif," tegas Muhaimin. Keberatan pemerintah semakin besar karena hasil autopsi menunjukan, tak terdapat tanda-tanda luka dan pemukulan di tubuh Karti.

Orangtua Hiu, Bong Jit Min, kepada Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat mengatakan bahwa kedua putranya mendapati Kharti datang dari atap rumah dalam keadaan mabuk berat. Karena mabuk jugalah, Kharti yang berbadan tinggi besar mampu digiring ke luar rumah dengan mudah. Namun, tidak lama kemudian, maling ini justru pingsan dan tewas.
Dalam perbincangan melalui sambungan telepon dengan Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja, Dita Indah Sari, ibu kedua TKI tersebut, Hiu Soi Hwe alias Suriana yakin anaknya tidak bersalah. Apalagi sengaja membunuh.


"Menurut Mama Hiu (sapaan Suriana), hasil autopsi korban menunjukkan bahwa tidak ada tanda-tanda luka dan pemukulan di tubuhnya. Sehingga sangat ganjil jika Frans dan adiknya dianggap melakukan kekerasan yang berakibat kematian," ujar Suriana seperti disampaikan Dita kepada VIVAnews.

Tak hanya itu, Suriana kepada Dita, juga mengungkapkan korban juga memiliki riwayat sebagai pemakai narkoba. Saat penggeledahan oleh pihak kepolisian, di sakunya juga ditemukan narkoba. Penyebab kematian korban juga dipertegas oleh pihak kepolisian Malaysia yang menyatakan, korban meninggal akibat overdosis.

Juru bicara Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia, Suryana Sastradireja mengatakan, pencuri yang diduga tewas di tangan Frans dan Dharry Hiu, memiliki riwayat sebagai pengguna narkoba.
Untuk proses hukum Frans dan Dharry, pemerintah melalui KBRI Malaysia telah melakukan upaya pendampingan dan perlindungan hukum. Bahkan pemerintah telah memiliki dua pengacara yang berasal dari majikan dan KBRI.

Tak hanya untuk kedua TKI tersebut, pemerintah juga telah memiliki pengacara tetap yang khusus menangani semua masalah buruh migran dan WNI di Malaysia. Dengan dana dari APBN, kini pemerintah tak lagi menggunakan pengacara dengan sistem kontrak per kasus.
"Di Saudi Arabia, kami juga punya pengacara tetap. Soalnya pengacara kita kan tak bisa praktik di sana," ujar Muhaimin.

Agar memberikan kenyamanan bagi Frans dan Dharry, pemerintah juga memberangkatkan ibu dari kedua TKI itu ke Malaysia agar bisa memantau langsung kondisi putranya. Menilik kasus yang melanda Frans dan Dharry, pemerintah secara tegas meminta pemerintah Malaysia agar berhati-hati menerapkan hukuman mati.(WEBTORIAL)

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/367186-mereka-membela-diri--mengapa-dihukum-mati